Hotelnella – Peta budaya di wilayah perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah menyimpan keunikan tersendiri. Cirebon dan Indramayu, meski secara administratif masuk Jawa Barat, justru kental dengan budaya Jawa. Sebaliknya, daerah seperti Brebes, Bumiayu, hingga Cilacap di Jawa Tengah mempertahankan budaya Sunda.
Fenomena ini berakar pada sejarah panjang kerajaan-kerajaan Nusantara dan pola migrasi masa lalu. Mengutip berbagai sumber, Kesultanan Cirebon yang berdiri pada abad ke-15 berkembang sebagai pusat perdagangan dan penyebaran Islam di pesisir utara Jawa. Lokasinya yang strategis di jalur Pantura menjadikan Cirebon sebagai titik temu berbagai budaya.
Kedekatan geografis dengan Demak dan Mataram memperkuat pengaruh budaya Jawa di Cirebon. Akulturasi ini melahirkan budaya khas, termasuk berkembangnya bahasa Jawa Cirebon yang berbeda dengan bahasa Jawa standar.
Pada abad ke-17, ekspansi Mataram Islam ke wilayah barat semakin memperkuat pengaruh tersebut. Kebijakan politik Mataram yang memindahkan penduduk dari wilayah tengah ke barat turut membentuk komposisi etnis dan budaya di Cirebon hingga saat ini.
Budaya Perbatasan Jawa Barat–Jawa Tengah

Pola penyebaran budaya di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis dan sejarah masa lampau. Berbeda dengan daerah pesisir seperti Cirebon yang terbuka terhadap pengaruh luar, wilayah pedalaman Jawa Barat, yang berbukit-bukit, relatif lebih terisolasi.
Setelah runtuhnya Kerajaan Pajajaran pada abad ke-16, banyak masyarakat Sunda melarikan diri ke daerah pegunungan di selatan Brebes, Bumiayu, hingga Cilacap. Topografi bergunung-gunung di wilayah ini menjadi benteng alami yang melindungi budaya Sunda dari pengaruh luar.
Sementara itu, Cirebon yang datar dan berada di jalur Pantura lebih mudah menerima akulturasi budaya, termasuk dari Kesultanan Demak dan Mataram. Ini menyebabkan perbedaan budaya yang mencolok di kawasan perbatasan hingga hari ini.
Bahasa menjadi salah satu indikator nyata perbedaan tersebut. Bahasa Jawa Cirebon berkembang dengan dialek khas yang berbeda dari bahasa Jawa standar, sedangkan di Bumiayu dan sekitarnya, bahasa Sunda tetap digunakan dalam percakapan sehari-hari. Tradisi kesenian, arsitektur, hingga pola permukiman pun turut mencerminkan perbedaan warisan budaya ini.