Puncak Peuyeum: Permata Tersembunyi di Sukabumi yang Bersinar dari Bekas Lahan Perkebunan

Puncak Peuyeum: Permata Tersembunyi di Sukabumi yang Bersinar dari Bekas Lahan Perkebunan

Hotelnella – Di balik perbukitan Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi, berdiri sebuah destinasi wisata yang kini menjadi perbincangan hangat: Puncak Peuyeum. Lebih dari sekadar tempat berkemah, kawasan ini menjadi simbol keberhasilan warga lokal dalam mengubah lahan bekas hak guna usaha (HGU) menjadi kawasan wisata alam yang memikat.

Terletak di ketinggian sekitar 1.100 meter di atas permukaan laut, area seluas 500 meter persegi ini menyuguhkan panorama yang dijuluki “negeri di atas awan”. Dari puncak ini, pengunjung dapat menikmati keindahan matahari terbit dan terbenam yang spektakuler, serta gemerlap lampu Kota Sukabumi saat malam tiba. Keelokan siluet Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak yang berdiri megah di kejauhan, berpadu dengan kabut awan pagi yang dramatis, menciptakan pemandangan yang tak terlupakan.

Popularitas Puncak Peuyeum melonjak setelah sempat viral di media sosial. Kisahnya berawal pada tahun 2018, saat sekelompok warga lokal memutuskan berkemah di lahan yang saat itu masih dipenuhi alang-alang, tanpa fasilitas dasar seperti toilet.

“Awalnya, tahun 2018 itu hanya ada warga yang coba camping. Tempatnya masih liar, belum ada fasilitas sama sekali,” ujar King ZS, Digital Marketing Wisata Puncak Peuyeum, saat ditemui Anugerahslot pada Jumat (13/6/2025).

Titik balik terjadi ketika King ZS memotret keindahan alam saat ia pertama kali bermalam di lokasi tersebut. Unggahannya di media sosial langsung mencuri perhatian publik. Respon positif dari netizen mendorong masyarakat setempat untuk mengelola kawasan tersebut secara serius.

“Beberapa unggahan pas kebetulan muncul lautan awan langsung banyak yang penasaran. Akhirnya kami survei dan mulai rutin camping di sana. Lalu dibuatkan akun media sosial khusus untuk berbagi informasi soal Puncak Peuyeum,” lanjut King ZS.

Dalam waktu singkat, kawasan ini mulai didatangi wisatawan, awalnya dari sekitar Sukabumi, lalu meluas hingga luar kota. Kini, Puncak Peuyeum tidak hanya menjadi tempat camping favorit, tetapi juga simbol kebangkitan pariwisata berbasis komunitas yang mengandalkan kekuatan alam dan media sosial.

Fasilitas Terus Ditingkatkan, Akses Masih Jadi Tantangan

Seiring melonjaknya kunjungan wisatawan, fasilitas di Puncak Peuyeum pun mengalami peningkatan. Sejak akhir tahun 2024, beberapa sarana penunjang seperti warung, mushola, dan toilet sederhana mulai dibangun untuk menunjang kenyamanan para pengunjung.

Meski begitu, pengelola mengakui bahwa perbaikan fasilitas toilet masih menjadi kebutuhan mendesak. Ketersediaan sanitasi yang layak dinilai penting mengingat tingginya jumlah wisatawan yang berkemah di area tersebut, terutama saat akhir pekan dan musim liburan.

Menariknya, kawasan wisata alam ini berdiri di atas lahan bekas HGU milik PTPN yang masa kontraknya telah berakhir. Awalnya, lahan tersebut direncanakan akan digunakan untuk penanaman jagung. Namun, seiring meningkatnya antusiasme publik terhadap aktivitas camping dan potensi ekonomi yang dihasilkan, arah pemanfaatan lahan pun bergeser menjadi destinasi wisata yang dikelola oleh masyarakat.

Akses menuju Puncak Peuyeum dimulai dari jalan provinsi Cicalobak, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, dengan jarak tempuh sekitar lima kilometer. Namun, kondisi jalan menuju lokasi masih menjadi tantangan utama. Sekitar dua hingga tiga kilometer terakhir jalannya rusak dan cukup sulit dilalui, terutama saat musim hujan.

Pengelola dan masyarakat sekitar sangat berharap perhatian dari pemerintah daerah untuk memperbaiki infrastruktur jalan ini. Perbaikan akses diyakini akan menjadi langkah krusial dalam mendorong kemajuan dan keberlanjutan wisata alam Puncak Peuyeum ke depannya.

Dikelola Warga Lokal, Puncak Peuyeum Jadi Simbol Pariwisata Berbasis Komunitas

Salah satu hal yang paling membanggakan dari Puncak Peuyeum adalah pengelolaannya yang sepenuhnya dilakukan oleh warga Desa Ciengang dan Karang Taruna setempat. Tanpa keterlibatan investor luar, destinasi ini tumbuh berkat semangat kemandirian, gotong royong, dan kepedulian masyarakat terhadap potensi alam di wilayah mereka.

Komitmen tersebut menjadikan Puncak Peuyeum sebagai contoh nyata pariwisata berbasis komunitas. Tak heran, tempat ini bahkan pernah menjadi lokasi camping bersama yang dihadiri oleh Wakil Bupati Sukabumi, Kepala Dinas Pariwisata, Camat, hingga Kepala Desa. Kegiatan tersebut sekaligus menjadi forum diskusi untuk membahas arah pengembangan destinasi ini ke depan.

Dengan biaya masuk yang sangat terjangkau—Rp5.000 per kendaraan roda dua dan Rp15.000 per orang untuk yang berkemah—Puncak Peuyeum berhasil menarik minat para pelancong, khususnya dari kawasan Jabodetabek seperti Tangerang, Bogor, dan Bekasi. Pada akhir pekan atau saat libur panjang, lokasi ini bisa dipenuhi hingga 30 tenda, sementara jumlah pengunjung bisa mencapai ratusan orang. Bahkan pada hari biasa, sekitar 20 pengunjung tetap datang untuk menikmati ketenangan dan pesona alamnya.

Harapan besar pun tumbuh di kalangan warga. Mereka melihat Puncak Peuyeum bukan hanya sebagai tempat wisata, tetapi juga sebagai peluang untuk mendorong roda perekonomian lokal. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan, masyarakat berharap akan terbuka lebih banyak lapangan kerja dan usaha baru, sekaligus memperkenalkan Kecamatan Gegerbitung sebagai tujuan wisata unggulan di Kabupaten Sukabumi.

Puncak Peuyeum kini tak sekadar destinasi camping, tapi juga simbol kebangkitan pariwisata desa yang dikelola oleh rakyat, untuk rakyat.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *